Thursday, December 30, 2004

Tsunami: In Memoriam of Eriza Fitriana


It's still in mind..

Dik Era yang muslimah, berjilbab rapi, halus tutur kata dan perbuatannya.
Kalau ketemu selalu menyapa lebih dulu dengan panggilan menghormat.
Selalu menjaga sikap dalam bersilaturahim, ceria dan menyenangkan hati yang melihatnya.
Seorang sosok idola, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Sudah sehari berita itu datang, masih saja semua itu terbayang jelas, seakan-akan baru beberapa menit saja aku bertemu dan bercengkerama denganmu. Seperti diriku, kepergianmu membekaskan luka yang dalam bagi sahabat-sahabat yang mengenalmu.

Mungkin syahidmu di Aceh beserta suami, anak dan keluargamu adalah sebuah hikmah tersendiri buatku.
Tiada sesuatu yang abadi.
Hanya Allah SWT yang abadi, dan kepadaNya-lah seharusnya kita menuju. Dia-lah puncak dari segala tujuan-tujuan kecil yang kita lakukan di muka bumi ini.

Saudara-saudaraku di Aceh dan di belahan bumi yang lain yang menerima musibah.
Semoga syahidmu adalah panggilan cinta Allah yang akan membawamu ke tempat terindah yang telah diperuntukkan dan diperkenankanNya kepadamu.
Semoga Dia Yang Maha Indah menganugerahkan sesuatu yang seperti beliau Rasulullah SAW katakan, keindahan yang tidak pernah didengar telinga, dilihat mata dan tidak terlintaskan dalam pikiran, SURGA..

Monday, December 27, 2004

I Promise


Aku tidak berjanji untuk menikahi orang yang paling kucintai,
Tapi aku berjanji, orang yang kunikahi adalah orang yang akan menjadi orang yang paling kucintai.

Friday, December 24, 2004

Jum'at Sore


Jum'at sore kemarin di Jogja, selepas pulang dari bekerja, tidak segera pulang ke rumah, namun aku gunakan waktu menjelang senja untuk sekedar bertemu dan berkumpul dengan adik-adik kelasku. Sambil makan mie ayam di depan hotel Santika sebelah timur Tugu. Kebetulan kami bersembilan tidak kebagian tempat duduk, sehingga kami harus menggelar jas hujan di trotoar. Meski begitu justru hal itu menjadikan suasana bertambah indah.

Langit sudah mulai gelap, lampu-lampu jalan sudah mulai dinyalakan, kami mengobrol dan berbicara dan bercanda tanpa adanya sebuah pembicaraan yang pasti selain menikmati kebersamaan ini.
Tidak lama, hanya beberapa saat kemudian kami sudah pulang. Di rumah, setelah Isya aku kembali berkumpul dengan sahabat-sahabatku yang dulunya adalah teman sekelas sewaktu SMA. Mereka sebenarnya lebih mirip sebagai saudara-saudaraku karena kedekatan kami. Seperti biasanya kami menanyakan kabar masing-masing dan mengungkapkan apa yang sedang dikerjakan dan apa saja yang dialami dan dirasakan. Kami terbiasa saling memberi masukan, saran, dan dorongan, walau dari sudut pandang masing-masing. Pembicaraan kami diselingi dengan menonton film hingga pukul 01.00 dinihari dan kembali pulang ke rumahnya masing-masing.

Mungkin ini hanya sekedar kisah sederhanaku melewati sebuah sore. tetapi buatku moment-moment seperti ini adalah moment yang fantastik, yang mungkin suatu saat nanti harga kebersamaan itu sudah tidak mampu aku beli. Kesadaran itu membuatku lebih menikmati semua moment kebersamaan layaknya sebuah film yang ditampilkan slow motion untuk memperlihatkan dan dinikmati detil kejadiannya.

Buatku adalah sebuah kenikmatan untuk bisa berkumpul dengan orang-orang yang memiliki kebaikan dan kerendahan hati untuk tampil apa adanya dirinya, dibalik semua atribut kehidupannya, yang bersedia menyediakan hatinya hanya untuk kebaikan diri dan sahabat-sahabatnya.

Monday, December 20, 2004

Tiada Kesia-siaan dalam Cinta


Wahai saudaraku, ini sekedar pengalamanku sebagai seorang pencinta dan orang yang (merasa pernah) dicintai… (hehehe muke gile… pede amat ya…)

Pernahkah kamu mencintai seseorang begitu dalamnya hingga kamu menunjukkannya dalam sikap dan perbuatanmu, bahkan berkorban segalanya bagi orang yang kamu cintai?

Sekarang dibalik, pernahkan kamu merasa (tahu) kalo ada orang yang mencintaimu, bagaimana dengan perasaanmu? Mungkin kamu akan dengan senang menerimanya ataupun dengan senang hati menolak cintanya, atau dengan merasa sungkan dan kasihan secara halus menolak cintanya atapun bahkan menghina dan meremehkan cintanya. Tapi dapatkah kamu merasakan bahwa keberadaan cinta orang tersebut membuat kita menjadi orang yang layak untuk dicintai, keberadaan kita dianggap ada dan dihargai, kita merasa lebih percaya diri atau setidaknya kita mencatatnya meski di memori yang paling tidak penting yang mudah dilupakan. Semua itu setidaknya, sadar ataupun tidak, membuat kita lebih menghargai diri kita dan melangkah lebih mantap dalam kehidupan.
Sebuah catatan kecil di memori yang sebenarnya mempengaruhi kehidupan kita.

So what is the point?
Jika kamu mencintai seseorang, tunjukkan kepadanya bahwa kamu mencintainya. Lakukan sesuatu untuk orang yang kita cintai. Bagaimanapun tanggapannya, apakah cinta kita bakalan diterima ataupun tidak, disambut dengan senang hati ataupun bahkan dihina dan diremehkan sekalipun, serta betapapun mungkin ada rasa pedih, sakit dan benci yang ditimbulkan dari penolakan itu. Ketahuilah sesungguhnya kita tidak perlu merasa sedih dan sakit hati, karena sebenarnya orang yang kita cintai selalu membawa diri kita dalam kehidupannya, sadar ataupun tidak. Sebenarnya kita memberikan sesuatu yang berharga yang akan selalu dibawanya. Dan mungkin saja kelak kita akan mengerti bahwa kita telah memberi arti kepada dunia ini..

Sesungguhnya orang yang kita cintai tidak pernah meninggalkan kita...


Thank you for loving me,
and thank you for being someone I love..

Sunday, December 19, 2004

Balance Areas to Work On

Balance areas to work on:

Spiritual
Family
Home Life
Religion
Social
Physical

Financial
Mental

Friday, December 17, 2004

Kebahagiaan

Kebahagiaan bukanlah sebuah tujuan, ia hanya dapat ditemui di perjalanan.
Akar dari kebahagiaan adalah kemampuan untuk bersyukur.

Beauty and Perfection in Love

Beauty is in the eye of the beholder..
No body perfect until you love them..

Evolusi


Di dalam penderitaan kita lebih banyak tumbuh menjadi lebih dewasa daripada di saat kita mengalami kebahagiaan. Itu bisa dipahami karena pada kondisi tersebut frekuensi diri kita untuk memikirkan diri sendiri lebih banyak dibanding pada saat kita mengalami kebahagiaan. Apalagi pada saat urgensinya dibutuhkan untuk "menyembuhkan" diri kita secepatnya.
Dari penderitaan itu kita bisa mengambil hikmah, melahirkan pemahaman yang sekiranya bisa memecahkan persoalan kita atau setidaknya menyikapi masalah kita atau juga memandang permasalahan dengan sudut pandang lain yang lebih melegakan dan nyaman buat kita. Tak heran kadang penderitaan justru membuat kita lebih bijak, atau setidaknya lagi "tampak bijak".
Dari apa yang kualami, mungkin ini per kasus, tidak bisa digeneralisir, kadang kebijakan yang kita dapatkan pada awalnya adalah kebijakan yang lebih "menghibur diri" terhadap permasalahan. Maka kadang muncul istilah/pemahaman misalnya "Cinta tak harus memiliki" (dalam masalah kasus cinta bertepuk sebelah tangan/putus cinta) atau "Memang nasibku tidak sesukses dia, tetapi aku memang memilih jalan yang aku sukai" (dalam masalah pekerjaan/karir).
Bukan berarti pengertian itu semua salah, hanya saja kita memandangnya dari kacamata "orang sakit" sehingga itu semua seakan hanya excuse, pain reliever, obat. Jika memandangnya dari kacamata orang sehat, maka kita akan memandangnya sudah bukan "obat" lagi tetapi sebuah "pilihan indah" di mana kita dalam keadaan "free", tanpa beban, untuk mengambilnya dengan senang hati. Dan juga bukan berarti salah satu kacamata tersebut salah. Semua itu proses. Alangkah baiknya sebuah pengertian selalu diperbaiki sudut pandangnya sehingga kita menjadi lebih bijak dan selalu lebih bijak lagi.
Pada akhirnya diharapkan kita akan mengembang diri bukan dengan sifat "seleksi alam" dari permasalahan-permasalahan hidup yang kita hadapi.

Tetapi "berevolusi".